The Real Champion : Ronaldo vs Messi

01.10 / Diposting oleh ismand rizal oktaviansyah / komentar (0)

The Real Champion : Ronaldo vs Messi

Akhirnya, final idaman tersebut tercipta, karena menurut jajak pendapat yang dilakukan, final UEFA Champions League antara Manchester United vs Barcelona adalah final yang paling disuka, mengalahkan skenario final Manchester United vs Chelsea.

Bahkan ada kabar yang beredar bahwa telah terjadi konspirasi untuk menggagalkan ulangan final tahun lalu antara Manchester United vs Chelsea, untuk memuluskan final idaman Manchester United vs Barcelona.

Saya pribadi salut dengan perjuangan Chelsea, karena di leg pertama yang berlangsung di Nou Camp, kandang Barcelona, Chelsea berhasil membuat Barcelona tak berkutik, terutama melalui penampilan sempurna Petr Cech dalam menjaga gawangnya, dan skema defensif racikan Gus Hiddink yang dimainkan secara sempurna oleh semua pemain Chelsea untuk mematikan bintang-bintang Barcelona, terutama Lionel Messi.

Bagaimana pun juga, final (kedua) antara Manchester United vs Chelsea memiliki peluang sangat besar mengingat peluang Chelsea yang sangat besar di leg kedua yang berlangsung di Stamford Bridge hari Kamis dini hari lalu.

Aktor kegagalan Chelsea dalam mempertahankan kemenangan 1-0 yang tercipta lewat tendangan spektakuler Michael Essien di menit awal babak pertama leg kedua tersebut adalah striker asal Pantai Gading, yaitu Didier Drogba, karena membuang begitu banyak peluang emas di depan gawang yang seharusnya menjadi gol, dan membuat jengkel para penikmat bola dengan sikapnya yang mudah merengek minta penalti.

Gara-gara sikap Didier Drogba tersebut, Roman Abramovich berencana untuk membuang Didier Drogba dari skuad Chelsea musim depan dengan cara menjualnya ke klub lain mana saja yang berminat merekrutnya.

Apalagi ditambah dengan kartu merah yang diterima oleh Eric Abidal karena “melanggar” Nicolas Anelka, seharusnya Chelsea terus menekan Barcelona, untuk menjaga kemenangan hingga peluit akhir dibunyikan.

Kasus kartu merah tersebut sebenarnya murni kesalahan wasit, karena saya sama sekali tidak melihat adanya “kontak” antara Eric Abidal dengan Nicolas Anelka pada saat tayangan ulang, sama seperti kasus Darren Fletcher yang dikartu merah di laga Manchester United vs Arsenal karena dianggap “melanggar” Cesc Fabregas di kotak penalti.

Kesalahan wasit lainnya di laga Chelsea vs Barcelona adalah saat wasit tidak memberikan hadiah penalti saat tangan Gerard Pique menyentuh bola di kotak penalti Barcelona.

Michael Essien juga membuat kesalahan fatal di akhir pertandingan, karena tidak mampu membuang bola dengan sempurna di area kotak penalti Chelsea, sehingga bola berhasil di-passing oleh Lionel Messi ke Andres Iniesta yang dengan bebas melakukan tendangan ke pojok gawang Petr Cech di masa injury time babak kedua, sehingga mengakibatkan Barcelona mendapatkan “awal goal advantage” untuk lolos ke final UEFA Champions League di kota Roma, menantang sang juara bertahan, Manchester United yang begitu “gagah” saat mengalahkan Arsenal melalui aksi luar biasa sang superstar dari Portugal yang juga merupakan pemain terbaik dunia saat ini, Cristiano Ronaldo.


Manchester United's Cristiano Ronaldo vs Barcelona's Lionel Messi



Sekarang yang jadi pertanyaan adalah siapakah yang akan berhasil menjadi juara di kota Roma tersebut? :)

Meskipun saya fans berat Manchester United, tapi saya akan berusaha melihat dari semua aspek.

Pertama-tama adalah dari sisi pelatih.

Joseph Guardiola adalah pelatih baru yang tidak memiliki pengalaman bermain di atmosfer final Champions League, sehingga saya yakin akan sangat mempengaruhi semua keputusan yang akan diambil selama laga final yang akan berlangsung dengan intensitas tinggi.

Sebaliknya, Sir Alex Ferguson memiliki segudang pengalaman, karena sudah pernah memenangkan piala Champions dua kali bersama Manchester United di tahun 1999 dan 2008, jadi sudah terbiasa untuk membuat keputusan penting di saat final.

Faktor pendukung lainnya adalah ambisi Sir Alex Ferguson untuk menyamai rekor Sir Bob Paisley yang berhasil membawa Liverpool menjadi juara di ajang piala Champions sebanyak tiga kali.

Oleh karena itu, saya yakin dari sisi strategi, Sir Alex Ferguson berbeda di kelas yang berbeda dengan Joseph Guardiola yang baru satu tahun melatih Barcelona.

Sekarang saya akan lihat dari sisi penjaga gawang.

Victor Valdes adalah penjaga gawang yang tidak konsisten, yang terbukti dengan tidak dipilihnya dia sebagai kiper utama timnas Spanyol, karena kalah bersaing dengan Iker Casillas (kiper Real Madrid) dan Pepe Reina (kiper Liverpool).

Sebaliknya, Edwin van der Sar adalah penjaga gawang andalan timnas Belanda yang bermental juara sejak dia di Ajax Amsterdam dan Juventus.

Siapa pun tidak akan menyangkal bahwa Edwin van der Sar adalah salah satu penjaga gawang terbaik yang pernah dimiliki Belanda dan Manchester United, sehingga saya yakin gawang Manchester United akan jauh lebih aman dari serangan lawan dibandingkan gawang Barcelona yang dijaga Victor Valdes.

Berikutnya, saya akan lihat para pemain belakang kedua tim.

Carles Puyol adalah tembok tangguh di lini pertahanan Barcelona, tapi tidak demikian halnya dengan Gerard Pique yang notabene adalah mantan pemain belakang cadangan Manchester United.

Kelemahan lain Barcelona adalah tidak bisa dimainkannya dua full back pilihan utama di tim Barcelona yaitu Daniel Alves (karena akumulasi kartu kuning) dan Eric Abidal (karena dikartu merah saat laga lawan Chelsea).

Sebaliknya, Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic adalah duo tembok kembar di depan gawang Manchester United yang begitu solid dalam bekerja sama membendung serangan tim lawan sehingga menjadikan gawang Manchester United sangat sulit dibobol.

Patrice Evra juga merupakan full back pilihan utama yang sudah sehati dengan permainan Manchester United, dan rajin dalam membantu penyerangan.

Jadi, dilihat dari sisi pertahanan kedua tim, Manchester United jauh lebih solid daripada pertahanan Barcelona yang tidak bisa memainkan komposisi utamanya.

Sekarang kita beralih ke lini tengah dan lini depan yang menjadi nyawa permainan masing-masing tim.

Di Barcelona ada Xavi dan Andres Iniesta yang selalu menjadi pilihan utama untuk memanjakan ketiga striker haus golnya, yaitu Lionel Messi, Thierry Henry, dan Samuel Eto’o.

Lionel Messi boleh menjadi calon legenda Argentina, tapi menghadapi Chelsea yang pertahanannya tidak sesolid Manchester United saja, Lionel Messi tidak bisa berkutik, apalagi nanti di final, sama seperti yang terlihat di semifinal Champions League tahun lalu saat Lionel Messi tidak bisa menembus pertahanan Manchester United.

Thierry Henry, di saat terbaiknya, bisa setiap saat mengancam gawang Manchester United, karena sudah bertahun-tahun terbiasa melakukannya saat masih berkostum Arsenal.

Sebaliknya, lini tengah Manchester United dihuni oleh banyak pemain berpengalaman, yang bertujuan untuk mengalirkan bola ke icon Manchester United, yaitu Cristiano Ronaldo dan Wayne Rooney.

Cristiano Ronaldo punya misi pribadi untuk menjadikan ajang ini sebagai pembuktian bahwa dirinya memang jauh lebih baik daripada Lionel Messi, sedangkan Wayne Rooney adalah salah satu striker bertipe pekerja keras yang rajin naik turun tanpa lelah untuk mengejar bola.

Dilihat dari sisi penyerangan, baik Manchester United maupun Barcelona sama-sama memiliki amunisi yang berkelas dunia, tapi saya yakin kengototan Cristiano Ronaldo akan merubah jalannya pertandingan di final nanti, sehingga tanpa keraguan satu pun, saya yakin Manchester United akan mengalahkan Barcelona dan meraih gelar Champions untuk kali ketiga di era tangan dingin Sir Alex Ferguson.

Romeo Juliet

00.18 / Diposting oleh ismand rizal oktaviansyah / komentar (0)


(seharusnya) biasa saja – next episode of Romeo Juliet
Penulis: Eko Maung

Telah terjadi peristiwa yang cukup besar efeknya terhadap imej dan cara pandang publik terhadap mutu barudak Bandung secara keseluruhan (termasuk didalamnya komunitas PERSIB). Yaitu mengenai insiden yang melibatkan para pengurus Viking dan tim pembuat film romeo-juliet, insiden tersebut terjadi di Paris Van Java pada hari jumat yang lalu. Semua bermula dari substansi film romeo-juliet yang sangat tendensius dan cenderung memojokkan Bandung, dari mulai mental wanita Bandung yang murahan hingga para bobotohnya yang barbar, sangat wajar pula jika barudak Bandung, termasuk para bobotoh (baca viking.red). Maka setelah bersepakat dengat para budayawan dan para pemerhati film, sekelompok anak-anak Bandung mempertanyakan kualitas dan etika serta filosofis film romeo-juliet, tim pembuat film (terutama sutradara dan penulis skenario) dianggap tak memahami secara kultural dan historis mengenai konflik yang dimunculkan dalam film tersebut, dan celakanya lagi sang sutradara yang secara territorial dan kedekatan justru lebih dekat dengan salah satu pihak dalam film itu, yaitu anak-anak jakmania, sehingga wajar jika opini dan alur cerita pun banyak dipengaruhi oleh anak-anak Jakarta. Namun justru film dengan segala kekurangannya ini tidak begitu menarik perhatian warga Bandung, tak ada antrian dan animo berlebih dari barudak Bandung untuk menyaksikan film ini, dan setelah seminggu setelah penayangannya film ini pun tetap sepi-sepi saja dari pembicaraan.
Nah disaat keadaan sudah biasa seperti ini sesungguhnya semua kegerahan yang dirasakan komunitas Bandung itu sebenarnya mulai menyejuk, disisi lain keadaan seperti ini justru tak menguntungkan bagi pihak pembuat fim, karena pada awal membidik isu perseteruan supporter yang salah satu kelompoknya berasal dari kota Bandung mereka tentu mengharapkan film ini dapat booming dan “menggoda” untuk mengundang minat anak-anak Bandung. Lalu entah bagaimana caranya tiba-tiba pertemuan antara pihak pembuat film dan komunitas Bandung yang berkeberatan yang rencananya dialogis terkait film tersebut tiba-tiba berujung ricuh, dan celakanya anak-anak Bandung seakan tidak menyadari bahwa mereka memakan umpan para pembuat film, seseorang berinisial U(dari tim pihak pembuat film) yang mengaku sebagai korban dari insiden tersebut langsung menyebar secara subjektif mengenai apa yang terjadi terhadap dirinya, celakanya lagi U adalah orang yang dikenal cerdik, licik dan cukup intelek untuk mengemas sebuah konflik menjadi tombak tajam untuk membunuh lawan mainnya, hamper semua perkataan lawan bicaranya dapat ia pelintir dan putarbalikkan. Dengan retorika handal dan relasi media yang kuat (terutama di ibukota), U mulai menyiapkan langkah berikutnya, berita ini menyebar dengan cepat, tentunya seluruh kronologis pun diceritakan menurut versi U, respon pun bermunculan beberapa jam kemudian, seorang kawan dari televisi nasional pun langsung mengonfirmasi penulis mengenai insiden tersebut dan langsung tertarik untuk menjadikannya sebagai isu liputan, dari sini saja maka apa yang diinginkan U sudah mulai tercapai, yaitu film yang sebenarnya kurang bermutu ini menjadi pembicaraan banyak orang dan membuat banyak orang menjadi penasaran, ibarat seorang artis murahan dan tidak berkualitas yang menjadi terkenal dan diekspos media justru karena skandal-skandal diluar dunia akting.
Mendengar paparan dari beberapa orang kawan bahwa insiden secara fisik memang dipicu oleh salah seorang anak Viking, maka penulis semakin tergelitik dan berpendapat bahwa anak-anak Bandung telah kalah secara strategi dan kematangan, saat U cs yang mengandalkan taktik, retorika, argument serta otak dingin justru dihadapi oleh anak-anak Bandung yang temperamen, kurang cerdas, mudah emosi dan tak memiliki kemampuan untuk membaca situasi serta keadaan, hal ini diperparah disaat barisan intelek dan pemikir yang menyertai mereka saat pergi ke Blitz megaplex di PVJ justru memilih pulang lebih dahulu sebelum insiden tersebut terjadi, padahal diantara mereka yang pulang lebih dulu itu terdapat nama-nama barudak Bandung yang dikenal cerdas, serta matang dalam bertindak dan memegang forum serta mamanage konflik seperti ini, sebut saja Gustaff, menantu Prof. Himendra Wargahadibrata, direktur commonroom dan panutan bagi komunitas kreatif Bandung. Maka dapat dibayangkan apa yang terjadi, dengan berkorban sedikit memar dan pecah kacamata, kini U cs sukses memegang kendali, apa yang mereka inginkan tercapai, meski jujur saja bahwa film yang mereka buat memang tidak berdasar dan terlalu mengada-ngada serta sangat memojokkan Bandung dari sudut pandang yang terlalu “jakmania”, namun toh sejak jumat yang lalu film itu semakin banyak dibicarakan oleh media.
Terbayang apa yang U obral disana, setelah menjatuhkan imej mojang Bandung dalam film (dia pernah mengatakan bahwa cewek Bandung memang murahan, kenal jam 12 siang maka maghribnya sudah bisa diajak tidur-meski beberapa mungkin iya, terutama perempuan bermental labil & grupis, namun tetap saja judgement seperti itu tak dapat diterima oleh masyarakat Bandung yang menjunjung adat dan budaya, bahkan mojang-mojang yang asli Bandung dan berdarah sunda cenderung konservatif dan menabukan hal-hal erotis), kemudian gambaran kasar dan barbar bobotoh melalui ekspresi ucapan kasar bobotoh difilm itu (pembuat film tak pernah mempelajari bahwa kata “anjing” yang biasa kita dengar dikota kembang intonasinya tidak sarkas dan sama sekali tidak beresensi menghina serta melecehkan orang, konteksnya cenderung akrab dan heureuy, sungguh berbeda dengan apa yang yang terucap dari mulut alex komang dkk difilm itu, kata “anjing” benar-benar mencerminkan sang pengucap tidak beradab dan berbudaya).
Maka kini U mungkin dapat berkata “tuh kan bener apa kata gue, sama ama yang di film, mereka emang preman, biasanya maen pukul, padahal udah gue ajak dialog” kepada orang-orang dan media diluar sana. Maka untuk kedepannya, separah apapun kita dipojokkan dan meski yang memojokkan kita itu adalah orang-orang busuk dan jahat, namun tetap untuk menyelesaikannya perlu kita pilih orang-orang yang tepat, orang-orang yang tak mudah terkena settingan pihak lain dan tidak lugu serta polos dengan ”memakan umpan”, namun kini semua telah terjadi, dihadapan beberapa komunitas (komunitas pecinta film, komunitas sepakbola luar Bandung, komunitas pemerjuang kebebasan berekspresi, komunitas media dll), yang tengah mereka bicarakan adalah sebuah kota dimana banyak terdapat sekolah berkualitas dan perguruan tinggi favorit serta banyak melahirkan pemikir serta orang-orang kreatif, namun ternyata para pemudanya dapat dengan mudah dikendalikan… padahal semua itu telah kita sikapi dengan benar pada awalnya, yaitu dengan bersikap……biasa saja……